Sunday, 28 August 2016

Teori Jenggot

Yo wasssup ghost reader !!
I have a poetry for y’all, rapapapapap check it !
Stone is grey, Star is so bright.
You may be not cozy, when your life is so straight (?)

Yop, tanpa terasa gua sekarang udah semester 5, dan sudah bisa dibilang sebagai mahasiswa tingkat menengah akhir. Mahasiswa yang jenggotnya udah semakin lebat, dan semakin mirip kambing. Indikator kelebatan jenggot ini hanya berlaku untuk pria, ingat untuk PRIA !. Tapi, beberapa tahun belakangan teori gua tentang korelasi jenggot lebat dengan semester yang ditempuh mahasiswa sudah terpatahkan.

Gua pernah bertemu beberapa mahasiswa yang tergolong baru dalam hingar-bingar dunia perkuliahan. Ada beberapa mahasiswa baru, atau yang disingkat maba yang memiliki jenggot lebih  banyak dari yang seharusnya mereka miliki. Bahkan beberapa juga ada yang memasuki tahap “Aladeen”. Yop, mereka brewokan mirip kayak tokoh Aladeen di film The Dictator. Beberapa saat kalo berbicara dengan mereka, gua berpikir, jenis pupuk apa yang mereka gunakan untuk sabun muka.




Perkembangan zaman membuat teori gua akan semakin melemah, ditambah lagi sekarang udah banyak berkeliaran minyak-minyak atau kream yang digunakan untuk membuat brewok jadi tumbuh, dan tingkat ke pria-indiaan akan semakin meningkat. Contohnya aja kream W*AK Doyok, namanya agak aneh tapi begitulah strategi pemasaran, kalo ngga eksentrik ngga bakal digubris.

Ya, tapi bisa dibilang juga jenggot itu didapat dari “faktor keturunan”. Maka dari itulah teori gua mengenai korelasi jenggot lebat dengan semester yang ditempuh mahasiswa pria sudah terpatahkan. Ternyata gua masih butuh lebih banyak waktu penelitian sebelum menentukan tesis. Jadi, jika kalian bertemu beberapa orang berjenggot lebat belum tentu juga, mereka adalah mahasiswa bersemester banyak. Karena ada beberapa mahasiswa juga yang menyembunyikan jati diri mereka dengan, mencukur jenggot mereka.

Mungkin ada beberapa pertanyaan yang menanggapi teori tidak penting gua ini, atau jika tidak ada, setidaknya gua punya tanggapan pertanyaan sendiri yang gua miliki. Pertanyaanya adalah “kenapa jenggot yang dijadikan indikator ?, kenapa bukan kumis ?, kenapa bukan bulu mata ? kenapa bukan bulu kaki ?”. Jawabannya cukup mudah, yang kalian butuhkan bukan logika tinggi, tapi hanyalah jiwa muda, liar, dan gila. Sudah dapat jawabannya ? Belum ? berarti kalian tidak mengikuti saran gua dengan benar, cobalah.
***

Beberapa bulan lalu gua pernah ketemu maba, dan sekarang gua akan ketemu maba baru lagi, iya maba baru. Gua yang sudah semeter lima ini akan resmi memiliki ade kelas, 2 generasi. Agak aneh rasanya, gua yang sama temen gua masih menggosipkan beberapa episode spongebob squarepants yang janggal, sudah menyandang predikat “senior semi-akhir”.

Banyak perasaan janggal yang gua miliki akibat predikat itu. Seperti misalnya, ketika gua masih dalam golongan maba, jika gua bertemu orang, gua lebih sering manggil kak, bang, atau panggilan sopan semacamnya untuk senior. Tapi sekarang, gua sudah lebih sering mendapatkan panggilan senior itu. Ya, walaupun ada beberapa kali panggilan ini digunakan untuk “penunjang “ rasa percaya diri.

Maksud dari “penunjang” itu sendiri adalah ketika dipanggil abang atau kak sama “target operasi senior pria”. Gua sendiri sejujurnya lebih suka dipanggil abang ketimbang kaka. Entah kenapa kalau gua dipanggil kaka gua ngerasa jadi agak kecewean dan itu akan berbanding terbalik ketika dipanggil abang. Gua rasa juga 72,515 % pria setuju sama pernyataan gua yang satu ini. Jadi, untuk kalian wanita, ketika ada pria berkata “Panggil abang aja, jangan kakak”, itu artinya dia punya pemikiran yang sama dengan gua.

***

Ngomong soal jenggot, beberapa waktu belakangan juga ada kabar berhembus kalau jenggot itu suka menghisap darah, dan dipercaya punya kekuatan magis karena mereka hidup. Kabarnya juga beberapa diantara jenggot itu ada yang berbentuk manusia mini. Hati-hati kawan.
Yop, that’s all for now my ghost reader.
Don’t forget to breath and blink, stay alive !

Bonus : “You don’t wasting your time, when you enjoyed it” – John Lenon
*Tips : Jangan pernah menjadikan jenggot sebagai indikator kesenioran mahasiswa

Monday, 22 August 2016

Tragedi Lift Mogok

Yoo wassup ghost reader !!
How do you do ?
Udah setengah dari 2016 terlewati dan belum ada publisher buku yang nawarin gua buat nerbitin buku. #PenulisMasaDepan

Beberapa hari yang lalu saudara gua yang nulis buku yang pernah gua bahas (Postingan “BukuBoooom !!!”) kena serangan hewan sebangsa vampire yang ngebuat dia dirawat inap di salah satu Rumah Sakit di Bekasi. Dia digigit nyamuk tentara yang badannya belang-belang a.k.a nyamuk Aedes aegepty. Kebetulan penyakit ini lagi hits dikalangan umur 20-30 tahun menurut data di rumah sakit itu. Ngikutin perkembangan zaman ngga harus pake baju trendy, kena penyakit yang lagi trendy juga udah cukup.

Rumah sakit inilah yang menjadi tempat gua makan sekuteng pertama kali, dan rasanya mirip minyak angin direbus.  Gua adalah salah satu orang yang percaya tentang mitos rumah sakit. Mitos tentang banyaknya kumpulan orang tidak sehat yang berbaring dikasur, mitos tentang banyaknya orang yang mengenakan baju putih, sampai mitos tentang banyaknya Dokter-dokter dan suster-suster arkegon yang aduhai, eh…

Rumah sakit juga pernah jadi saksi bisu pertemuan gua dengan artis bersuara soprano overato (dibaca : cempreng ), yaitu Dokter Nycta Gina. Yop, gua ketemu dia waktu dia masih magang, dan kebetulan gua yang dijadiin objek buat pembelajarannya. Jadi, waktu itu gua lagi periksa kelopak mata, dan gua kaget ketika gua melihat Dokter yang meriksa gua, menerangkan tentang kelopak mata gua kepada ketiga orang disebelah kanan gua, dimana salah satunya adalah mantan penyiar radio prambors, Nycta Gina.

Dari banyak hal yang ngga gua suka dari rumah sakit, ada juga hal yang gua suka, salah satunya adalah dokter magang yang wanginya kaya make parfum 150 ml sekali pakai. Yep, dulu waktu gua sering “nongkrong” di rumah sakit, gua sering ketemu dokter magang sosialita, yang menurut gua terlalu cakep untuk jadi dokter. Kalo dokternya begitu, yang ada, presentase orang yang sakit dibanding orang sembuh bakal bertolak belakang, dan pastinya yang bakal lebih banyak sakit adalah laki-laki. Kebetulan gua juga mau sakit kalo dokter yang meriksa kaum itu.

***
Ketika gua berniat menjenguk saudara gua itu yang bernama Bang Dame, ada kejadian aneh yang ngga terduga. Ketika itu sebelum berangkat ada tukang siomay yang lewat sambil membunyikan bel khasnya, dan dari situ gua bisa tau kalau waktu sudah mau menunjukan pukul ½ 5 sore, karena jam besuknya jam 5 sore sampai jam 7 malam. Gua dan kakak gua pun berangkat, dan akhirnya sampai di Rumah Sakit pukul ½ 6, walaupun jarak ini rumah sakit ngga terlalu jauh dari rumah, namun karena macet semua hal jadi terasa lebih jauh.

Semua hal masih berjalan normal, namun itu semua berubah, ketika nyokap gua menyuruh gua dan kakak gua untuk membeli air mineral botol di kafetaria rumah sakit yang berada di lantai dasar. Ketika pergi ke lift, gua dan kakak gua, Ka Sonya masih ngomong-ngomong normal. Terus, entah kenapa sebelum gua masuk lift, gua ngomong ke kakak gua kaya gini, “Kak, lo tau ga kenapa ini lift manjang kedalem ?”, kaka gua jawab “biar bagus”, gua pun agak kecewa karena jawaban tidak berusaha dari kakak gua, dan gua pun menimpali dengan berkata “soalnya ini lift juga dipake buat ngangkat jenazah, makanya dibuat manjang kedalem, biar mayatnya ngga dilipet pas naik lift”.

Gua lupa gua ngomong apaan, pokoknya, setelah gua ngomong kakak gua ketawa gede banget, dan tiba-tiba gua jadi segen gitu. Gua ngga berani ketawa besar dan cuman cengengesan irit, dan bilang ke kakak gua “Ka, ketawanya jangan kegedean, abis dari keluar lift aja”. Setelah gua ngomong gitu, liftnya langsung mati dan lampu emergency di dalam lift nyala, anehnya gua ngga panik sama sekali, dan udah tau ini bakal terjadi.

Setelah lift mati, kakak gua langsung diem, dan gua langsung ngomong “Bro, bray, sist, sorry bener dah, jangan sekarang dulu tapi”, kakak gua masih sempet-sempetnya ketawa kecil. Gua langsung pencet bel emergency, dan ngga ngerespon. Gua pun coba tarik nafas sambil ngga mikirin yang aneh-aneh. Teng…tiba-tiba suara lift berbunyi dan liftnya nyala lagi, dan begitu nyala pintunya langsung kebuka, padahal itu bukan lantai tujuan gua dan kakak gua. Gua pun langsung ngomong ke kakak gua “Kak, lewat tangga ajadah”. Kakak gua jawab “iya, lewat tangga lebih sehat”. Kami berdua coba berpikir positif

Gua  dan kakak gua keluar dari lift, dan hal pertama yang gua cek adalah tombol lift diluar, apakah nyala atau ngga, kalau nyala, kemungkinan ada orang iseng yang lewat dan mencet tombol itu dan langsung kabur, biar liftnya kebuka di lantai itu. Ngga berhenti disitu setelah kita nyampe kafetaria rumah sakit, langsung hujan deras banget, dan dalam hati gua cuman bisa ngomong “Nah..”. Setelah kejadian itu gua dan kakak gua naik tangga ke lantai tiga, tempat ruangan saudara gua.

Setelah gua sampai keruangan saudara gua, disana ada temen-temennya yang dateng, dan ketika ditanya katanya mereka naik lift tanpa ada kendala sedikitpun. Yass…. Setelah cukup lama dan waktu menunjukan ½ 8,  ada satpam yang dateng buat ngusirin penjenguk, dan nyokap gua sempet-sempetnya nawarin pudding ke itu satpam, bahkan ngomong “ini enak pak, ngga bakal adalagi yang nawarin pudding kaya gini”, satpam itu tetep nolak dengan berwibawa, walaupun gua ngeliat lidahnya sedikit melet-melet.

Yop, setelah itu satpam tongkrongin ruangan itu sambil menatap ke kami yang seolah berbicara “pulanglah kalian semua !”, akhirnya kami pun pulang dan naik lift, lagi. Gua kirain setelah beberapa waktu liftnya udah lupa, dan ternyata liftnya belum lupa. Jadi, ketika gua, kaka gua, dan nyokap gua naik lift, tiba-tiba itu lift macet dan ngga jalan. Tiba-tiba pintunya kebuka dan dilayar udah nunjukin lantai dasar, tapi kenyataanya kami masih berada di lantai 3. Sama kaya tadi, kami langsung keluar lift dan akhirnya turun menggunakan tangga. Kemudian gua dan kakak gua hening untuk beberapa waktu.

***

Setelah kejadian itu gua belajar satu hal, jangan berisik di dalam lift rumah sakit, apalagi sampe main gitar listrik di dalem lift lengkap dengan amplifier. Karena dijamin, lo bakal diusir dari rumah sakit dan kemungkinan terparah lo bakal dianter ke rumah sakit jiwa.

Yop, that’s all for now my ghost reader !
Don’t forget to breath and blink, stay alive !


Saturday, 13 August 2016

Dilema Dalam Mimpi

Wasuuup ghost reader !
Rose is red, sky is blue. 
I love the crab, but I don’t have a much money, so just give that damn too.

How is going, ghostie ?
Gua lagi dalam masa-masa penyelaman imajinasi tercetek. Gua lagi mencoba untuk membuat suatu karya fiksi, yang mungkin beberapa tahun lagi bisa jadi salah satu buku best seller di Indonesia. Tapi pertanyaannya…siapa nanti publisher yang cukup baik hati buat nerima karya gua ini ?

Gua adalah seorang sarjana…lebih tepatnya menuju jadi seorang sarjana saat menulis ini…lebih tepatnya mengetik ini. Dalam masa-masa ini akan banyak muncul kegelisahan-kegelisahan yang bisa ngebuat gua berjalan lambat, dengan tatapan mata kosong, sambil membayangkan banyak hal. Tapi ketemu dengan Putri Diana bukanlah salah satunya.

Kakak gua, Ka Sonya akhir-akhir ini lagi sering-sering menanyakan tentang pengambilan keputusannya dalam mengambil pekerjaan. Walaupun gua belum pernah kerja. Tapi bentar dulu….kalo ngabisin uang bulanan itu bisa dianggep kerja bukan ?
. . .

Puji Tuhan, kedua kakak gua akan bekerja. Gua ngga nyangka aja waktu berjalan bener-bener cepet. Kayanya baru kemarin gua ngeloncatin pager rumah, dan kesangkut sepuluh menit di pagernya. Baru kemarin gua diajarkan membaca dengan sapu yang dihentak-hentakan ke meja belajar. Dan baru kemarin rasanya gua kenal sama salah satu makanin berunsur magis tinggi di dunia, yaitu martabak.

Gua yang udah masuk semester 5 juga pasti akan segera mencari kerja. masuk ke dunia yang paling sering diadaptasikan dalam cerita sinetron, atau drama korea. Entah apakah fase ini akan jadi fase terpanjang dalam hidup gua, bak sinetron Cinta Fitri yang menemani masa SD gua sampe gua lulus SMP, sungguhlah panjang.

Yop, bisa dibilang begitu. Karena jika sekolah formal aja 12 tahun, ditambah kuliah 4 tahun, maka total gua dipersiapkan dalam hidup untuk dunia kerja adalah 16 tahun. Nantinya, akan bekerja hingga waktu yang dirahasiakan. Gua dulu pernah ketemu tutor cewe, yang jago banget matematika. Tapi, bisa dibilang hidupnya pemurung…kaya muka anjing Bulldog.

Waktu gua konsultasi soal ( hanya saat menjelang UN tentunya ), dia tiba-tiba melakukan sesi yang bukan bagian dari konsultasi pelajaran, dia curhat. Sebut saja tutor ini sebagai “tutor”, karena namanya gua lupa, tapi ceritanya tetap membekas di pikiran gua yang bermemori disket ini.

***

Tutor gua ini adalah seorang cewe, jadi wajar kalo gua mau dengerin ceritanya. Karena kalau dia cowo dan cerita tentang kehidupannya, terus dia nangis tersedu-sedan, dan dia menangis dia bersender dipundak gua sambil gua ngasih tissue, dan orang ngeliat, bisa-bisa gua malah di cap seorang queer.

Tutor ini mulai bercerita ketika gua dan temen gua, membahas soal yang kebetulan angkanya 1996, mirip dengan tahun kelahiran gua. tetapi tiba-tiba tutor ini ikut menyambangi, “Kelahiran ? Wah iya, berarti kalian masih muda ya, mimpinya masih banyak..”, Gua dan temen gua hanya terdiam “…”, sang tutor kembali berkata “Dulu, waktu saya seumur kalian saya giat belajar, dan saya selalu ngga sabar untuk masuk dunia kerja, walaupun ternyata enakan sekolah dari pada kerja”, tiba-tiba sang tutor melempar tatapannya kesebelah kanan dari kertas soal yang dari tadi dia pegang, jari-jarinya mulai memainkan sudut kanan atas kertas dan berkata “hidup itu emang ngga pernah semanis mimpi”, tiba-tiba suasana hening, dan hanya terdengar suara Air Conditioner yang menyapu-nyapu lembut ubun-ubun kepala gua, dan berpotensi membuat ubun-ubun gua masuk angin.

Sang tutor pun kembali melanjutkan perkataannya setelah diam dramatical yang cukup lama “Mungkin waktu kecil mimpi seorang manusia itu lebih besar, dari kenyataan hidup yang akan dia hadapi”, temen gua mencuri-curi waktu buat ngupil ketika tutor itu berbicara. “Menurut saya fase hidup itu ada 3…”, disaat ini gua tau sang tutor akan mengatakan hal yang menjadi cerminan asal muasal wajah pemurungnya. “…pertama lahir…kedua sekolah hingga dewasa… dan terakhir…bekerja hingga mati”, kata-kata terakhirnya dikatakan sambil melihat kami berdua, dan tatapannya sunggu psikopat.

Gua pun langsung liat jam, dan ternyata waktu udah menunjukan pukul 20.52 WIB. Temen gua akhirnya berhasil ngupil dan mengendap-ngendap melukiskannya di dinding. Gua langsung memotong momen mencekam itu, ditambah dengan upil temen gua yang sudah dipamerkan di dinding. Gua berkata “Oh…soal ini, yang satu ini saya udah ngerti Miss. Saya bisa kerjain sendiri, makasih banyak Miss”. Gua langsung bergegas merapihkan alat tulis gua, dan temen gua yang melukis upil di dinding itu mengikuti gerak-gerik gua. Kami berdua pun pamit ke tutor gua ini, dan meninggalkan dia yang masih terduduk dengan tatapan kosong.

Semenjak hari itu gua berpikir, tutor ini ngga secerdas yang gua bayangkan. Karena menurut gua, orang cerdas itu bisa mengatasi hidupnya dengan bahagia. Berbanding tebrlaik dengan tatapan kosong tutor gua ini. Gua dan temen gua pun berpisah untuk pulang kerumah masing-masing. Setibanya di rumah kata-kata terakhir tutor tersebut terus membekas dalam pikiran, gua sampai saat ini. Dan kejadian itu udah 3 tahun yang lalu saat gua menuliskan kisah ini. Dan kata-kata itu kembali datang ke gua, dan membuat kegelisahan.

Tapi, ditengah kegelisahan itu gua sadar, orang akan gelisah hanya ketika dia tidak bersyukur atas apa yang ia punya saat ini, dan akan sadar ketika yang ia miliki sekarang sudah tidak ada. #JordiTeguhStrikesAgain

Kuncinya satu, dengan bersyukur, maka lo bakal lebih bisa memaksimalkan apa yang lo punya saat ini, dibandingkan dengan mengeluh dengan segala hal yang tidak dimiliki saat ini….ptok…ptok..ptok.

Yop, that’s all for now my ghost reader !
Don’t forget to breath and blink, stay alive !
Last but not least…always be my ghost reader.