Friday, 1 February 2019

Terima Kasih Padamu, Kecewa

Hari itu, 6 Januari 2019, hari ke 6 ditahun baru setelah berperang dan berlelah serta berbahagia di tahun 2018… orang bilang tahun baru artinya semangat baru, rutinitas baru, hidup baru. Tidak ada yang salah dari semua keingan itu, akan tetapi diumur gue yang sudah 22 tahun, gue sudah tidak merencanakan atau mempautkan tahun baru sebagai hidup baru. Stigma yang sedang dan masih gue perdalam dan  gue pelajari, untuk merubahnya agar menjadi, HIDUP LEBIH BAIK SETIAP HARI.

Gue mencoba mengawali pagi ini dengan bangun pagi dan berolah raga. Walaupun, sebenarnya ini bukanlah kesengajaan gue. Karena dimalam sebelumnya gue habis makan ayam geprek yang pedes, itu makanan lebih mirip obat pencuci perut dibanding jadi makanan.

Selalu ada masanya kita tidak puas dengan apa yang telah kita capai dan kita miliki. Hal itulah terkadang yang membuat kita mencari alasan untuk melakukan hal-hal yang bersifat untuk melarikan diri atau sekedar melupakan hal yang membuat kita tidak puas itu. Karena pada akhirnya ketidak puasan hanya akan bermuara pada lembah gelap tak berujung, yang dinamakan dengan kekecewaan.

Gue yang sudah berumur 22 ini merasa kecewa atas hal yang belum bisa gue capai. Hal itu bisa benar-benar membuat gue menjadi cemas dan lupa atas segala hal yang gue capai. Periode ini selalu menjadi periode paling  gue tidak suka, dan seakan-akan menghancurkan segala rencana yang gue buat untuk langkah kedepannya. Gue pernah mencari penyebab hal yang bisa membuat gue sangat cemas ini, dan ternyata ada istilah yang semakin gue pahami belakangan ini, yaitu “overthinking”.

Mereka yang sudah, belum, dan sedang merasakannya. Tenang, gue cukup mengerti, mungkin tidak banyak, namun satu hal yang kalian tau, gue pernah merasakannya. Setidaknya walaupun penyebabnya berbeda, kita pernah berdiri di tempat dan berada pada ruang yang sama, ruang kekecewaan. Gue pernah baca pada salah satu buku terbaik dan terindah, salah satu kutipannya yang gue ingat ketika mengalami kekecawaan adalah, ”Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang.”

Sebelumnya gue tau tentang betapa baiknya kata-kata itu, tetapi akhirnya gue baru paham apa makna lebih dalam dari kutipan itu. Memang benar, jika belum merasakan dan mengalaminya kita tidak pernah lebih paham atas suatu hal. Kemudian setelah gue memetakan kekecawaan gue, dan mengingat beberapa hal yang berhubungan dengan segi lain kehidupan gue, timbulah suatu perasaan dan pemikiran yang terucap dalam hati… “terima kasih”. Entah kenapa semakin gue mengucapkan kata itu dalam hati gue, gue merasakan sensasi yang berbeda. Sensasi kehangatan ditengah rasa dingin yang menyerang saat kekecewaan itu datang.

Terima kasih, terima kasih, terima kasih. Semakin gue mengingat hal baik yang gue dapat ditengah kekecewaan gue, semakin terulang kata itu dalam hati gue. Perasaan itu, sensasi kehangatan itu seolah semakin mengalahkan dinginnya perasaan kecewa. kehangatan itu datang seolah bersama-sama pasukan cahaya yang seolah menarik gue dari lembah gelap tak berujung. Mereka membantu gue, membantu untuk kembali memulai.

Gue sudah cukup berkabung dalam kekecewaan, sudah saatnya gue kembali menapakan langkah gue. Jalan akan selalu ada untuk mereka yang mau bertarung mengalahkan kekecewaan. Tenang, semua ada waktuNya dan bagiannya. Namun, jikalau kembali ke lembah gelap itu, cahaya itu tetap ada di dalam hati kita, jika kita ingin menyalakannya kembali cukup dengan luapan kata “terima kasih”. Semakin banyak alasan baik untuk mengucapkan kata ini dalam hati, semakin terang cahaya itu berpendar. Satu hal penting yang harus dimulai adalah dengan berterimakasih kepada diri sendiri karena sudah mau ikut proses itu. Jangan lupa, untuk berterima kasih pada dirimu, itu baik !

Terima kasih, terima kasih, terima….kasih, Terima kasih, kasih.

No comments:

Post a Comment

Komentarlah sewajarnya, sebelum komentar itu dilarang.