Saturday, 28 March 2015

Kaki Kecil

Cheers….sssssssssssssshhh, Wassup ghost reader ! ngga bosen cuman jadi pembaca hantu doang ?
Kali ini gua bakal menceritakan tentang masa kecil, masa yang penuh alunan melodi harpa menawan nan indah. Masa dimana kita tidak berani untuk “melawan” orang tua, masa dimana kita sungguh polos dan bersih, masa dimana kita masih tulus untuk mencintai seseorang tanpa memerlukan alasan. *Yes I’m feeling so cool now*

Tanpa terasa waktu sangat cepat berlalu, seperti saat kita melontarkan kata-kata dari mulut. Sungguh cepat dan tak bisa ditarik kembali, walau terkadang kata-kata itu seakan menjadi bumerang yang akan kembali kepada kita, jika kita tidak bisa menangkapnya maka kata-kata itu sendiri yang akan menyerang kita. Akhir –akhir ini gua lebih banyak merenung tentang mengapa seorang balita yang tadinya sungguh bersih dan polos bisa berubah menjadi watak yang berbanding terbalik. Padahal pada awalnya semua orang terlahir tanpa dosa, tapi kenapa ada yang tumbuh menjadi orang yang penuh dengan rasa duniawi yang berujung pada kejahatan tanpa melupakan rasa bersalah ?

Sebenarnya itu juga yang gua rasain sama diri gua sendiri, gua mengingat ketika gua masih kecil, dimana gua selalu nurut sama orang tua dan selalu merasa takut untuk bertingkah curang sekecil apapun itu. Tapi seiring berjalannya waktu gua bingung, kenapa gua baru sadar ternyata gua udah berubah. Memang benar bahwa dunia ini sungguh kejam, karena domba yang penurut pun akan berubah menjadi serigala bengis di dunia ini. Saling mempercayai satu sama lain seakan semakin menghilang seiring berjalannya waktu. Dulu gua pernah memasuki fase dimana gua ngga percaya sama orang banyak dan hanya bermain sama beberapa orang yang bisa gua percaya.

Dan perenungan itu membawa gua kembali ke masa lalu, tepatnya waktu kelas 1 SD itu bisa disebut masa-masa badungnya gua, gua sering banget ngga ngerjain PR, ngambil jajanan dan mainan temen sekolah, suka gangguin orang yang lagi main, dan bahkan pernah yang namanya ngumpulin temen buat mukulin orang cuman karena kepala gua benjol gara-gara kedorong sama orang yang lagi main pesawat kertas. Bisa dibilang waktu gua kelas 1 SD temen gua sedikit, karena gua lebih suka main bergerombol, tapi karena tingkah gua yang kaya gitu gua juga pernah dibenci sama banyak orang, banyak musuh. (Astaga, betapa pemurungnya anak ini)

Waktu kelas 1 SD pernah ngerasain yang namanya di setrap depan kelas ditambah coretan “P” di pipi kanan dan “R” di pipi kiri karena ngga ngerjain PR. Gua juga pernah mukul temen sebangku cuman gara-gara dia ngga kasih pinjem komik lipat dari kertas hadiah mie kremezz yang gambarnya boboho mirip alien, karena digambar kemasan itu ukuran kepala boboho terlalu besar dan ngga singkron sama badannya yang kecil. Dan puncaknya ketika gua mengambil rapot ketika itu ngambil rapotnya pagi hari kira-kira jam 8, nilainya sih cuman nilai standar tapi wali kelas gua ngelaporin semua tingkah buruk gua dikelas. Disitu gua sedikit merasa takut, karena waktu itu Bapak gua yang ngambilin rapot. Waktu SD selalu Bapak gua lah yang ngambil rapot, karena gua satu sekolah bareng kakak gua jadi sekalian aja bapak gua yang selalu ngambilin rapot kita berdua. Tapi gua dan kakak gua harus selalu ikut saat pengambilan rapot. Gua dulu pernah nanya “Pak, kenapa aku harus ikut ngambil rapot ? temen-temen aku banyak yang diambilin rapotnya tanpa mereka ngga ikut”. Bapak gua menjawab dengan  sura pelan “Itu ngga benar, kan yang mau diambil rapotmu, hasil laporan kamu selama belajar di sekolah, Bukan Bapak. Kecuali kalau Bapak yang sekolah, baru kamu ngga usah ikut”. Gua pun langsung terdiam sama jawaban itu.

Dari mimik wajah Bapak gua saat itu, gua yakin kalau dia kecewa sama laporan tingkah anaknya dari wali kelas gua. Setelah selesai mengambil rapot gua dan kakak gua tibalah waktunya untuk pulang, sungguh perubahan suasana yang drastis dibanding saat mengambil rapot kakak gua Ka Sonya. Sebelum ngambil rapot gua, Bapak gua mengambil rapot kakak gua terlebih dahulu. Disitu suasana masih damai, karena kebetulan nilai kakak gua cukup memuaskan, tapi Bapak gua bukanlah tipe orang yang langsung mengelu-elukan kebanggaanya di depan anaknya itu sendiri, dia cuman senyum dan bilang “ditingkatkan lagi belajarnya, semester depan harus lebih bagus lagi. Mau makan apa?”. Kalau Bapak gua cuman ngomong gitu tanpa ada ceramah sedikitpun itu artinya dia cukup puas, dan ngga lupa dia bakal menggosokan telapak tangannya yang gagah dikepala anaknya sambil menatap anaknya dengan penuh arti.

Selama perjalanan pulang, Bapak gua ngga ngomong apa-apa, baik ke gua maupun ke kakak gua. Setibanya dirumah gua langsung ganti baju, dan Bapak gua langsung duduk dikursi dan kembali mengambil rapot gua untuk dilihat kembali. Ketika gua selesai mengganti baju, gua mendengar Bapak gua memanggil nama gua, dan itu berarti bukan hal yang baik. Setelah gua berjalan untuk menghampiri Bapak gua, Dia berkata “duduk kamu”. Disitu jantung gua berdegup cepat, seakan aorta dan vena memompa darah 2 kali lebih cepat. Bapak gua pun mulai berkata “Kenapa kamu bisa kaya gitu ? Banyaklah belajar kalau gitu, ngga usah banyak main dulu. Makan sana ini udah siang”. Sungguh singkat, padahal selama gua duduk gua ngga berani liat muka Bapak gua sendiri, tetapi ketika dia selesai berbicara, gua langsung kaget ketika menatap matanya, karena dari matanya seakan gua melihat dia kecewa sama gua.Wow, gua  yang masih kelas 1 SD disaat itu baru pertama kali melihat Bapak gua menatap begitu. Ternyata rasa kecewa orang tua terasa lebih menakutkan daripada amarahnya itu sendiri.

Hari itu sungguhlah sepi, biasanya setiap sore Bapak gua selalu mengajarkan jurus berantem dan pitingan baru (jurus mengunci lawan, gua ngga tau kenapa bapak gua bilang itu jurus pitingan). Namun, sore itu Bapak gua cuman duduk doang sambil nonton tv , dan bisa dibilang hari itu menjadi titik balik gua. Hari dimana gua langsung bersumpah sama diri sendiri untuk menjadi anak yang baik dan ngga akan badung di sekolah lagi. 
***
Memori itu seakan muncul kembali akhir-akhir ini, bertumbuhnya umur membuat sifat gua berubah untuk menjadi lebih cuek, dan jadi pribadi apatis. Gua mau menjadi anak kecil yang masih penuh rasa bersalah ketika melakukan hal diluar jalur sebenarnya, gua mau punya rasa bersalah yang besar itu kembali ketika gua gagal untuk membuat senyuman tersungging di muka orang tua gua. Gua merasa kehidupan di dunia ini telah mengikis rasa bersalah itu. Dimasa kuliah gua ini, gua merasa gagal untuk menyunggingkan senyuman itu, rasa itu seakan kembali lagi untuk menyadarkan sifat keapatisan gua. Dan membuat gua flashback kemasa kecil gua.

Kaki ini yang dulunya sangat kecil dan tidak berani jauh melangkah, sekarang telah bertumbuh menjadi kaki yang besar dan bahkan terlalu berani untuk melangkah dari jalur seharusnya. Bapak gua pernah bilang ada dua kunci untuk bisa bertahan hidup di dunia ini, yaitu jangan sombong dan jangan boros. Mungkin 12 bulan belakangan gua telah melupakan salah satu kunci untuk tidak sombong. Gua terlalu banyak menganggap beberapa faktor penting  menjadi hal sepele, dan ternyata hal sepele itu jadi bom waktu buat gua sendiri. Sekarang memori masa kecil itu seakan mau mengingatkan gua untuk terus menjadi anak kecil yang mempunya rasa bersalah ketika target tidak tercapai. Dan sekarang gua seakan merasa berterima kasih sama memori masa kecil gua yang kembali datang kepikiran gua menyadarkan gua sebelum gua melangkah terlalu jauh.

Ini mirip kaya gua seakan menemukan tujuan baru yang harus dicapai, dan bertaruh untuk tidak mengulangi rasa bersalah karena tujuan itu ngga tercapai. Mungkin gua dimasa kecil dateng melalui ruang 4 dimensi mirip film interstellar untuk menyadarkan gua, sebelum terlambat. Hmmm, jadi apa lagi yang akan terjadi nanti ? sekarang yang hanya gua butuhkan adalah untuk terus melangkah dengan kaki ini tanpa lupa apa yang “kaki kecil” telah ajarkan kepada gua. Regards^^


No comments:

Post a Comment

Komentarlah sewajarnya, sebelum komentar itu dilarang.