Guten Tag !
Wassup my freakin ghost reader !
Have you think you are not exist in
this world or you’re just live in imagination space ?
Sekedar doang nih, belakangan ini
intensitas gua buat dengerin lagu fast beat lagi meningkat pesat kaya harga
martabak deket rumah yang selalu meningkat. ;’(
Kaya di postingan sebelumnya gua
pernah bilang kalau ekspektasi emang ngga sesuai realita, dan itu emang udah
sering terjadi. Ekspektasi dan realita selalu hidup berdampingan kaya x dan y
dalam formula matematika. Realita itu adalah artis yang punya chocochips di
pipinya, Realita S. Temat. *Hiraukan*
Terkadang realita itu terlalu pahit
buat nyaingin empedu sekalipun. Kaya misalkan waktu gua lagi naik bis pas
perjalanan pulang ke kota tercinta nun jauh di ufuk timur pada siang hari. Gua
sengaja ngga makan karena gua mikir, “ah, paling ntar di kebon jeruk ada tukang
roti 2 ribuan, nanti ajalah makan roti itu aja”. Sepanjang perjalanan ke kebon
jeruk, gua coba buat tidur buat ngelupain rasa laper gua. Entah kenapa adegan
ini sama kaya di film sedih yang adeganya tentang seorang anak jalanan yang
lusuh dan kelaparan namun tak ada makanan untuk dimakan. Tapi bedanya anak ini
ada di bus dan dia tetap lusuh.
Ketika perut gua udah semakin seronok
buat di isi makanan dan udah mulai terdengar rauman zombie, gua cuman bisa
menatap penuh nanar ke kaca sambil berkata “Bertahanlah nak, engkau akan segera
makan”. Akhirnya sampai juga di kebon jeruk, perut gua pun semakin excited buat
diisi roti 2 ribuan. Satu persatu tukang berdatangan dan saling berteriak
tentang yel-yel dagangan mereka, dan pemenangnya tentu aja tukang tahu, tukang
yang selalu ada dimanapun gua pergi selama naik bus. Ternyata tahu sumedang
punya pamor lebih tinggi dari gua.
Satu persatu tukang makanan dan
minuman terus berdatangan, akan tetapi tukang roti 2 ribuan tetap ngga muncul
batang rotinya. Dan ketakukan terbesar gua pun muncul “TUKANG ROTINYA NGGA
JUALAN”. Setelah bus beranjak dari kebon jeruk tukang roti tetep ngga muncul,
sampai akhirnya pintu depan bus berbunyi dan terbuka, gua berharap dengan penuh
gairah kalau pintu itu terbuka untuk tukang roti. Tapi ya begitulah realita…
pahit. Yang ternyata naik adalah musisi jalanan. Setelah bus beranjak dari kebon jeruk.
Gua ngga tau apakah langit yang mendung itu juga turut berduka karena tukang roti ngga berjualan
dan perut gua gagal diisi.
Jadi sisa perjalanan gua diisi dengan
pergulatan antara rasa lapar dan ingin makan sampah terdekat yang bisa
dijangkau. Sementara itu gejala laper ini menyerang sistem kerja otak dan otot
muka gua. Alis jadi berkerut dan tingkat keberingasan muka meningkat. Karena
pengalaman ini gua jadi dapet pelajaran buat makan sebelum menempuh perjalanan
panjang.
Semakin kesini gua berpikir, inilah
kehidupan inilah realita dan ekspektasi bukanlah jaminan untuk jadi realita.
Walau agak sedikit berlebihan tapi emang bener ternyata rasa laper bisa merubah
sifat orang, bahkan kalau udah tingkat akut bisa membuat orang lupa siapa dia
sebenarnya, dan maju ke tahap delusi. Karena menurut gua ada 3 yang dapat
merubah sifat manusia. Yaitu harta, nilai ulangan atau IP, dan laper. Emang
pelajaran itu ngga harus dateng dari guru di sekolah atau dosen di kampus,
pelajaran juga bisa dateng dari hewan sekalipun. Kaya misalkan dari semut kita
belajar untuk tetap bertegur sapa dan berbaris… serta ngambil makanan yang bukan
miliknya.
Realita emang ngga sebagus ekspektasi
dan begitu juga kebalikannya. Dari setiap pengalaman buruk yang udah kita
alamin, nantinnya kita akan tetap berterimakasih sama semua itu, karena setiap
pengalaman buruk akan selalu memberikan kita pelajaran yang baik. Kita ngga
boleh terjebak sama ekspekstasi tinggi, 6 kata buat lo semua : stop to expect, start to act ! #lagibener
#hashtagHasAHashtag #boomThatsJustHappen.
No comments:
Post a Comment
Komentarlah sewajarnya, sebelum komentar itu dilarang.