Thursday, 12 March 2015

Realita Abstrak

Guten Tag !
Wassup my freakin ghost reader !
Have you think you are not exist in this world or you’re just live in imagination space ?
Sekedar doang nih, belakangan ini intensitas gua buat dengerin lagu fast beat lagi meningkat pesat kaya harga martabak deket rumah yang selalu meningkat. ;’(

Kaya di postingan sebelumnya gua pernah bilang kalau ekspektasi emang ngga sesuai realita, dan itu emang udah sering terjadi. Ekspektasi dan realita selalu hidup berdampingan kaya x dan y dalam formula matematika. Realita itu adalah artis yang punya chocochips di pipinya, Realita S. Temat. *Hiraukan*

Terkadang realita itu terlalu pahit buat nyaingin empedu sekalipun. Kaya misalkan waktu gua lagi naik bis pas perjalanan pulang ke kota tercinta nun jauh di ufuk timur pada siang hari. Gua sengaja ngga makan karena gua mikir, “ah, paling ntar di kebon jeruk ada tukang roti 2 ribuan, nanti ajalah makan roti itu aja”. Sepanjang perjalanan ke kebon jeruk, gua coba buat tidur buat ngelupain rasa laper gua. Entah kenapa adegan ini sama kaya di film sedih yang adeganya tentang seorang anak jalanan yang lusuh dan kelaparan namun tak ada makanan untuk dimakan. Tapi bedanya anak ini ada di bus dan dia tetap lusuh.

Ketika perut gua udah semakin seronok buat di isi makanan dan udah mulai terdengar rauman zombie, gua cuman bisa menatap penuh nanar ke kaca sambil berkata “Bertahanlah nak, engkau akan segera makan”. Akhirnya sampai juga di kebon jeruk, perut gua pun semakin excited buat diisi roti 2 ribuan. Satu persatu tukang berdatangan dan saling berteriak tentang yel-yel dagangan mereka, dan pemenangnya tentu aja tukang tahu, tukang yang selalu ada dimanapun gua pergi selama naik bus. Ternyata tahu sumedang punya pamor lebih tinggi dari gua.

Satu persatu tukang makanan dan minuman terus berdatangan, akan tetapi tukang roti 2 ribuan tetap ngga muncul batang rotinya. Dan ketakukan terbesar gua pun muncul “TUKANG ROTINYA NGGA JUALAN”. Setelah bus beranjak dari kebon jeruk tukang roti tetep ngga muncul, sampai akhirnya pintu depan bus berbunyi dan terbuka, gua berharap dengan penuh gairah kalau pintu itu terbuka untuk tukang roti. Tapi ya begitulah realita… pahit. Yang ternyata naik adalah musisi jalanan. Setelah bus beranjak dari kebon jeruk. Gua ngga tau apakah langit yang mendung itu juga turut berduka karena tukang roti ngga berjualan dan perut gua gagal diisi.

Jadi sisa perjalanan gua diisi dengan pergulatan antara rasa lapar dan ingin makan sampah terdekat yang bisa dijangkau. Sementara itu gejala laper ini menyerang sistem kerja otak dan otot muka gua. Alis jadi berkerut dan tingkat keberingasan muka meningkat. Karena pengalaman ini gua jadi dapet pelajaran buat makan sebelum menempuh perjalanan panjang.

Semakin kesini gua berpikir, inilah kehidupan inilah realita dan ekspektasi bukanlah jaminan untuk jadi realita. Walau agak sedikit berlebihan tapi emang bener ternyata rasa laper bisa merubah sifat orang, bahkan kalau udah tingkat akut bisa membuat orang lupa siapa dia sebenarnya, dan maju ke tahap delusi. Karena menurut gua ada 3 yang dapat merubah sifat manusia. Yaitu harta, nilai ulangan atau IP, dan laper. Emang pelajaran itu ngga harus dateng dari guru di sekolah atau dosen di kampus, pelajaran juga bisa dateng dari hewan sekalipun. Kaya misalkan dari semut kita belajar untuk tetap bertegur sapa dan berbaris… serta ngambil makanan yang bukan miliknya.

Realita emang ngga sebagus ekspektasi dan begitu juga kebalikannya. Dari setiap pengalaman buruk yang udah kita alamin, nantinnya kita akan tetap berterimakasih sama semua itu, karena setiap pengalaman buruk akan selalu memberikan kita pelajaran yang baik. Kita ngga boleh terjebak sama ekspekstasi tinggi, 6 kata buat lo semua : stop to expect, start to act ! #lagibener #hashtagHasAHashtag #boomThatsJustHappen.

No comments:

Post a Comment

Komentarlah sewajarnya, sebelum komentar itu dilarang.