Wednesday, 8 July 2015

Ambisi Seragam Putih Merah, masih adakah ?

Hello, Yo wassuppp ghost reader !
How going is your life ?
Hmm, berhubung ini postingan yang akan sedikit serius, gua bakal merubah pola bahasa gua ke “Mendekati EYD mode”. Oks !

Kali ini saya akan kembali memberikan postingan mengenai pandangan akan suatu hal, dan ini bukan cerita tentang masa kecil atau masa bodohnya diri saya sendiri. Saya sekarang ini semakin pesimis akan ambisi saya dulu. Saya dulu punya beberapa kerabat yang membuat saya optimis akan ambisi  tentang kembalinya persatuan Indonesia. Saya dulu punya kerabat dekat dari beberapa etnis dan agama yang membuat saya berpikir akan bisa kembali bersatunya Indonesia. Tapi sekarang, beberapa dari mereka ada yang lost contact dengan saya. Entah mereka masih berpikir seperti saya sekarang ini atau tidak. Berpikir tentang keinginan yang dulu kami utarakan saat masih berseragam putih merah, lengkap dengan celana merah pendek sampai atas pusar.

 ( Ilustrasi : J.A.P.)

Saya mungkin bukanlah satu-satunya yang menginginkan perdamaian, terlebih lagi di Tanah air sendiri. Saya seakan sedikit mengerti, mengapa ada beberapa orang yang seakan sengaja melupakan tanah air mereka, Indonesia. Mungkin, beberapa dari mereka pernah merasakan apa yang saya rasakan saat ini. Putus asa, gelisah, ataupun sedih tentang bagaimana kondisi Negaranya, tanah air Indonesia. Saya yang dulu mungkin orang yang sangat senang akan keberagaman dan persatuan, namun seiring berjalannya waktu saya menjadi orang yang lebih realistis, atau bisa disebut… pesimis akan persatuan.

Saya pernah bertanya kepada orang tua saya waktu SD seperti ini, “kenapa di dalam Indonesia banyak perbedaan ?  kan negaranya satu”. Orang tua saya saat itu hanya menjawab dengan jawaban yang edukatif, dengan berbicara “Kan semboyan negara kita bhineka tunggal ika”. Saya yang waktu kecil saat itu hanya mengangguk dan tidak berpikir bercabang. Namun, saat ini saya memiliki beberapa jawaban pahit yang tidak bisa saya utarakan kepada diri saya sendiri.

Saya bingung, kenapa orang dulu yang notabene tidak berkuliah tinggi memiliki pola pikir yang lebih jauh dari pada orang yang mengaku cendekiawan berpendidikan tinggi saat ini ?. Apakah ini kemunduran, atau kemajuan yang bersifat seperti lingkaran yang akan kembali ke titik nol dimana garis elips itu dimulai ?

Orang saat ini melupakan darimana dan bagaimana cikal bakal Indonesia bisa terbentuk dan terbangun. Ayo, buka mata kalian ! Para pahlawan di zaman perang dulu saya yakin tidak memandang perbedaan dalam memperjuangkan persatuan dan kedaulatan Indonesia. Tapi sekarang apa ? kita semua seakan membuat benteng yang terbangun oleh waktu yang bergulir, benteng yang semakin memisahkan, benteng yang semakin memberikan jarak antara satu golongan dan golongan lain. Apa perlu Indonesia kembali terancam kesatuan dan kedaulatannya agar benteng itu bisa hancur dan kita kembali bersatu ?, saya memilih untuk tidak.

Beberapa hal yang membuat saya miris adalah ketika teknologi yang di temukan oleh kaum cendekiawan masa lalu digunakan oleh individu tidak kreatif, yang hanya bisanya memberikan doktrin negatif kepada individu lain untuk membenci, memfitnah, atau bahkan mengutuki suatu golongan tertentu. Mungkin tidak semua orang mampu menyaring informasi dengan seksama, karena ada beberapa orang yang sangat mudah disulut apinya dengan beberapa artikel yang menjurus memojokan satu golongan. Banyak orang yang menggunakan doktrin itu untuk menguntungkan kepentingan golongan mereka, dan mereka akan sangat senang jika misi kelam mereka terwujud.

Mungkin benar kata salah satu teman saya yang berbicara seperti ini “Percuma, kita emang udah diciptakan untuk terpecah belah, kita semua ngga bakal bersatu, selama Indonesia sekarang masih menjadi Indonesia”.  Saya hanya terdiam dan tidak bisa membayangkan apa-apa lagi setelah teman saya berbicara seperti itu. Ambisi saya ketika berseragam putih merah itu pun seakan tersapu gelombang besar, ambisi saya hanya seperti istana pasir yang berada di tepi pantai. Ya, mungkin perkataan teman saya benar  akan kemustahilan ambisi saya. Tapi, bukankah untuk membangun suatu rumah selalu dimulai dengan satu batu bata ?

saya yang sekarang hanya terus berusaha untuk memelihara ambisi saya ini, ambisi tentang bersatunya Indonesia. Saya mungkin hanyalah salah satu batu bata yang masih percaya untuk membangun rumah kesatuan, tapi saya yakin diluar sana ada banyak bata lain yang menunggu untuk bertemu dengan yang lainnya agar bisa bersatu bersama-sama membangun persatuan yang kokoh untuk menjadi rumah persatuan.

Mungkin salah satu bata itu ada yang sedang membaca postingan ini, atau mungkin kamu salah satunya ? jika kamu punya ambisi yang sama seperti saya, saya harap kita tetap memelharanya, dan menunggu untuk bersama-sama meletakan bata demi bata agar terbangun pondasi kesatuan yang kokoh.

Mungkin semua itu bisa dimulai dengan sifat bertoleransi, dan menghargai setiap orang pribumi.
Respect each other and perfectness of peaceful, would come after.

So that’s all my ghost reader !
I hope we’ll meet again in different Indonesia condition for a long time came.
Stay alive and don’t forget to breath and blink.
J

No comments:

Post a Comment

Komentarlah sewajarnya, sebelum komentar itu dilarang.