Sunday, 1 February 2015

Paradoks

Wassup all of my ghost reader ?
Ni hao ma ? wo ai ni. Ogenki desuka ? itadekimasu…

Paradoks…doks..doks… Pertama kali gua mikir kata ini entah kenapa yang tersirat adalah dua orang kembar siam yang berkepala botak lengkap dengan 8 titik khas ala shaolin , kaya di kepalannya krilin di dragon ball. Hiraukan intermezzo bersifat bedebah ini. Tapi yang gua bahas bukan tentang sekumpulan orang botak shaolin, tapi tentang paradoks yang terjadi di shaolin… eh, kehidupan manusia maksudnya.

Semakin gua besar, semakin tambahnya umur , gua semakin tau ternyata hidup ini keras, sekeras ujung sepatu pantopel LLAJR. Hidup emang sering berjalan ngga sesuai harapan kita, kita berpikir seolah kita tau apa yang paling baik buat diri kita sendiri. Egois… itu sifat yang sudah mendarah daging dalam setiap umat manusia, bahkan orang aneh yang suka makan upil sendiri, pasti punya sifat egois.

Dulu waktu kecil, waktu masih suka main pasir yang ngga jarang ketemu tokai kucing, pernah mikir, kalo pengen cepet gede biar ngga ada banyak larangan. Tapi ternyata jadi orang dewasa ngga seenak ngeliat mereka waktu kita masih kecil. Waktu kecil terlalu banyak batasan atau larangan yang ngga bisa kita kita lawan ataupun tentang, karena ngga lucu juga kalo ada segerombolan balita demo depan DPR buat minta turunkan harga popok dan susu sambil nunjukin celana yang kotor berkat tokai berceceran karena ngga bisa beli popok. Atau ngelemparin botol susu sambil berteriak cempreng “Berikan hak kami untuk menikmati susu, turunkan harga susu di warung !”.

Setelah gua besar ternyata terjadi paradoks. Ketika gua besar gua pengen jadi anak kecil, yang ketika pagi membuka mata hanya tersirat pikiran bahagia tanpa ada kerisauan tentang masalah apa yang akan terjadi hari ini. Salah satu ironi nyata yang terjadi pada gua atau bahkan banyak orang yang berpikir sama kaya gua. Waktu kecil gua mikir untuk melakukan segala hal dengan sederhana tanpa berpikir alasan jelas mengapa itu bisa terjadi.

Tapi seiring berjalannya waktu kemampuan sederhana anak-anak untuk menyederhanakan suatu hal, seakan menghilang ketika menuju proses pendewasaan, perjalanan hidup untuk mencapai pendewasaan menghancurkan pemikiran polos anak-anak untuk menyedarhanakan suatu hal. Proses menjadi dewasa membuat manusia tumbuh dengan pola pemikiran yang sudah tersistem, mengancurkan imajinasi, dan terlalu banyak ketakutan karena banyak pertimbangan.

Timbang…timbang….timbang
Emang sih pertimbangan ngga selalu buruk tapi ngga selalu baik juga. Pertimbangan akan menghasilkan ukuran yang pas, tapi gimana kalo banyak pertimbangan ? ? ? itu hanya akan menimbulkan kegelisahan dan berujung pada ketakutan saat mengambil keputusan. Miris emang… setiap orang dalam proses pematangan ini pasti pernah mengalami momen ini semua. Kadang pengen rasanya minum susu oplosan biar gua mabuk sekalian, buat sejenak ngelupain semua masalah yang ada di kehidupan sambil meracau liar “tambah lagi susunya…tambah susu… gua gapunya susu… susu siapa ini… kasih gua segelas susu tapir !”.

Ya gitu, kadang banyak paradoks yang terlintas di pikiran kita seperti saat perut lapar dan perut berbunyi tanpa ada yang mengundang kelaparan untuk datang. Kadang … eh kadang mulu gua ngomongnya, oke gua bakal ganti kadang jadi kandang, eh kok ga nyambung, eh kok lo ikutan bingung ? tunggu dulu… gua dimana? Gua siapa ?! kenapa ayam berkokok ? sejak kapan anjing kencing ngga berdiri ?!

Kalo kata Andrew temen gua, setiap ada orang yang mengeluh depan mukanya pasti dia akan berkata dengan suara bass so bijak “So… this-is-the-life..” dia akan menggoyangkan palanya keatas dan kebawah mirip boneka godek-godek yang biasa ada di mobil. Kadang gurauan itu bisa menyentak pengeluhan, tapi ngga jarang quotes itu keluar di saat yang ngga tepat. Misalkan waktu itu dia pernah numpang poop (boker, be’ol, eek. Gua terjemahkan dalam banyak bahasa ) di rumah si Nico, tanpa pikir panjang dia langsung nyelonong berlari secepat curut ke toilet, dan langsung bergegas ngunci pintu toilet agar radiasi nuklir dari tokai yang dikeluarkan ngga membuat kami semua jadi Hulk. Ketika si Andrew dengan asik di medan perang, Nico mengetok toilet dan berkata “ndre, airnya lagi mati, kalo mau boker ke toilet atas aja”. Gua cuman bisa ketawa denger Nico ngomong itu sambil ngomong dengan keras “ndre, eek lo lagi gantung ya sekarang ? lagi bingung di perbatasan antara keluar atau ngga?” gua lanjut ketawa lagi.

Tiba-tiba toilet hening dan kita semua ngira jangan-jangan Andrew shock denger itu dan langsung kena stroke sambil eek masih menggantung. Ketika kita deketin toilet tiba-tiba si Andrew berkata seakan dia sedang menghadapi masalah hidup yang berat “So… this-is-the –life…”. Kami tenang karena ternyata Andrew ternyata masih hidup dan ngga jadi kena stroke. 

Ini adalah foto kami berempat pas nyoret-nyoret dinding sekolah, tampang kita emang agak sedikit menyedihkan disini. Coba liat tatapan si Andrew yang paling kiri, tatapannya penuh makna seakan tatapannya berbicara .... "Ma, aku mau pulang mak."


No comments:

Post a Comment

Komentarlah sewajarnya, sebelum komentar itu dilarang.